Rasulullah saw memberi perumpamaan kaum muslim seperti "anggota badan". Bila salah satu anggota badan ada yang mendapat kenikmatan, maka anggota tubuh yang lainnya pun ikut senang. Sebaliknya bila ada anggota tubuh yang sakit, maka yang anggota tubuh yang lain akan ikut menderita bahkan dapat ikut menjadi sakit pula.
Misalnya saat kita melakukan perawatan rambut. Dimana rambut senantiasa mendapat perhatian khusus dengan dijaga kebersihan dan kerapihan serta pemberian vitamin. Hingga jadilah rambut yang berkilau, kuat, tak mudah patah dan rontok, menarik perhatian bagi siapapun yang memandangnya serta menjadi idaman semua orang untuk memilikinya. Dengan kondisi rambut yang senantiasa mendapat pujian dari orang, kakipun mantap untuk melangkah, tanganpun sukaria dengan beberapa saat memegang dan mengusap rambut, matapun ikut berbinar karena senang, wajahpun ceriah karena memiliki mahkota yang indah, mulutpun senantiasa berkomentar positif untuk rambut yang dicintainya.
Namun bila kita sedang mengalami sakit gigi karena gusi bengkak umpamanya. Pipi yang tadinya halus dan mulus, sekarang menjadi ikut-ikutan bengkak dan memerah, telapak tangan ini akan senantiasa menjaga dan mengusap daerah gusi yang sakit, mata ini turut menangis menahan sakit, bibir ini senantiasa berdo'a untuk kesembuhannya, kepalapun ikut berdenyut-denyut merasakan sakitnya gusi yang bengkak, dan anggota tubuh lainnya yang biasa dengan lincah dan cepat dalam beraktifitas, saat itu untuk menggerakkan tubuh tak lagi nikmat, ia menjadi lemah dan ikut berduka dengan banyak mengis-tirahatkan diri.
Inilah empati, dimana kita mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Lebih mulia lagi tentunya empati dalam nilai-nilai kebaikan. Jika terbesit dihati kita untuk menyakiti orang lain, maka saat itu pula kita seharusnya merasakan bagaiman kalau itu diri kita yang akan disakiti oleh orang lain. Tentu yang sakit dirasakan oleh kita, sama sakitnya bila itu menimpa orang lain. Dan yang senang dirasakan oleh kita, sama senangnya bila hal itu menjadi anugerah bagi orang lain.
Ruang Tanya Jawab
T : Kapan kita harus memulai membangun jiwa empati ini?
J : Sejak dari anak-anak. Melatih untuk berempati dalam suka dan duka baik kepada anggota keluarga maupun orang lain, berempati dalam nilai-nilai kebaikan.
Mohon maaf bila beberapa pertanyaan belum dapat ditayangkan, mengingat banyaknya pertanyaan yang diterima serta keterbatasan ruang.
Ust. Baihaki Muslim
Pengasuh Klinik Bani SaidArsip Hikmah Baihaki